Selasa, 20 Mei 2008

GAIRAH NARSE (bag 1)

'Selamat siang, pak.' Narse nongol dari balik pintu.
'Sini duduk, Se.' aku melambaikan tangan memintanya duduk di depan meja kerjaku.
'Penting banget ya, pak?' gadis bongsor itu dengan wajah polosnya mengambil tempat duduk lalu duduk di hadapanku.
'Narse, kamu kan akrab banget dengan bapak.'
'Iya dong.' Narse tersenyum seperti biasa setiap kali bicara denganku.
'Bapak berat mau bilang sama kamu.'
'Apa sih, pak. Gak biasanya. Kan bapak bilang kita kan harus saling terbuka karena kita bisa menumbuhkan saling kepercayaan.' Narse nyerocos lalu nyengir kuda. Dia membalikkan semua kata-kataku.
'Tapi ini lain.'
'Gak apa-apa, pak.' Narse nampak makin penasaran.
'Gini anak manis. Bapak mendengar kabar tidak mengenakkan tentang kamu.' Kupandang wajah Narse dengan seksama.
'Kabar apa sih, pak?'
'Kemarin bapak lewat didepan gerombolan teman-teman kamu dan tanpa sengaja bapak mendengar kalian nonton film porno.' Wajah Narse berubah memerah. Lab yang hanya mendapat sinar dari jendela masih bisa memperlihatkan wajah Narse yang tadi sumringah kini agak murung. Mungkin malu bercampur takut.
'Bapak tidak akan marah padamu, nduk. Tapi kamu harus jujur sama bapak.' Aku berusaha menenangkannya.
'Iya, pak.' Narse berkata lirin sambil menunduk.
'Berapa kali?'
'2 kali.'
'Sama teman-teman kamu itu?'
'Iya pak.' Narse mulai terisak. Dia pasti takut aku menyebarkan berita ini, terus orang tuanya tahu, terus diskors dari sekolah dan segala ketakutan pasti terus bermunculan di benaknya.
'Gak usah nangis, nduk.' aku berdiri mendekat lalu membelai rambut Narse layaknya seorang bapak pada anak. Narse tak menghentikan tangisannya disandarkannya kepalanya ke dadaku dan bicara terpatah-patah.
'Narse cuma diajak teman-teman, pak. Bapak jangan sebarin sama sìapa-siapa, Narse takut gak boleh sekolah lagi, Narse takut.' Narse terus menangis dalam dekapanku.
'Ssst... Malu kalau kedengaran teman-teman kamu di luar. Udah berhenti nangis ya.' kuseka air mata Narse.
'Tapi bapak janji gak cerita sama siapa-siapa.'
'Bapak janji.'
Kubiarkan Narse menghabiskan tangisnya di dadaku sambil ku belai rambutnya yang panjang.
'Bapak gak akan marah karena bapak juga suka nonton gituan.'
'Haa... Iya ta pak?' Narse mulai tersenyum dan membetulkan duduknya.
'Malah hampir tiap hari.'
'Emang istri bapak gak marah?'
'Ya sembunyi-sembunyi.' Aku nyengir.
'Kirain pak guru gak suka kayak gitu.'
'Dah mulai SMA bapak lihat gituan.'
'Hehe... pak guruku ternyata nakal ya.' Narse semakin sumringah.